twitter


Jadi ceritanya gue lagi galau banget ni ama negara kita, gimana engga hampir semua sektor yg ada di negara ini tu ga luput dari yang namanya korupsi, dari pepajakan, pembangunan, dana daerah, bahkan pengadaan al-Quran juga di korup. Salah satunya juga hati gue, hati gue juga di korup ama si IDR!. Dia menggelapkan seluruh hati gue terus kabur begitu aja entah kemana, membiarkan gue sendiri disini merindukan dia  dalam setiap dinginnya malam. Dia memang tega, TEGAAAA!!!! (Sory-sory namanya juga lagi galau)

Gue sekarang juga ga abis pikir sama iklan-iklan yg ada di tv, entah iklan-iklan sekarang itu emang pada ga jelas, kelewat kereatif atau kelewat jenaka kalo kata enje. (Lah siapa enje!? serangga macam apa itu!?). Jadi ada salah satu iklan permen yg menurut gue itu ga jelas banget, di ceritain ada suster ngesot keluar dari lift terus nemu permen dan dengan bahagianya bilang "Nemu permennnnn" 
terus ga berapa lama ada satpam dateng dengan senyumnya yang menawan bilang "itu bukan permen, itu nano-nano nogarrrrrt"
Dan mereka akhirnya memakan permen itu dengan so sweeet nya sambil di kelilingi ama wartawan dan orang-orang di sekitar sana.
Tapi kenapa harus suster ngesot yang jadi bintang nya? apa sang produser punya hubungan sepesial dengan si suster ngesot? entahlah. 

Padahal menurut gue bakal lebih so sweet lagi kalo yang bintangin iklan nya tu pocong. Iya pocong!
Coba bayangin, saat keluar si pocong pasti bakalan jatoh pas mau ngambil permen yang ada di lantai gara-gara ga bisa nunduk terus tangannya juga keiket. Lalu si satpam datang, melihat si pocong yang tergeletak tak berdaya dia pun menjadi iba, sambil tersenyum dia membangunkan si pocong yang terjatuh dan menyandarkannya di tembok deket lift sambil berkata "kamu ga apa-apa kan?" si pocong dengan aga salting menjawab "ga apa-apa, trimakasih ya". Lalu si satpam pun mengambil permen itu dan membukakannya untuk si pocong lalu dengan lembut si satpam menyuapinya ke mulut si pocong . Si pocong yang terharu pun akhirnya jatuh cinta pada si satpam dan mereka pun akhirnya jadian. Para wartawan dan orang-orang yang ada di sana pun menangis terharu melihat mereka berdua.

Gimana? Keren kan? kurang sosweet apa coba, gue aja ampe berlinang air mata ni nulisnya. Tapi gue jadi mikir  juga kalo sampe misalnya si pocong yang jadi bintang iklan, pertanyaannya "Gimana cara dia masuk ama  keluar lift?"  masa make gigi graham mencet tombolnya? Terus "apa satpam nya Homo?" soalnya setau gw hampir semua pocong ama satpam itu cowok. Hmm Yaudahlah ga usah pikirin dari pada nanti puting eh pusing. 


Jadi setelah di timbang, di ukur, dan di beri nama (kaya abis lahiran aja)  hikmah yang bisa di ambil dari tulisan diatas kita sebagai penerus bangsa ini jangan sampe ikut-ikutan kaya orangtua-orangtua kita disana yang bisa nya cuma korup doang, biarin mereka masuk neraka semua. Yang pasti nanti saat kita yang mengendalikan negara ini kita harus jauh lebih baik dari mereka! Kita harus bisa membuat Move On bangsa kita! YEAH!!!!
Walaupun  agak ga nyambung si sama cerita soal iklan di atas tapi ya cuma ini cara yang bisa gue lakuin buat nunjukin kepedulian gue sama nasib bangsa ini, dan lu juga bisa sob ngelakuin hal yang sama atau bahkan lebih!. 
Ingat suatu kaum takan berubah sampai kaum itu sendiri merubah nasib nya!


Saya Nur Aji, salam super!



Belajar Menulis kepada Raditya Dika si Marmut Merah Jambu


Gw agak lupa darimana dapetnya tulisan ini karena tanpa sengaja pencet sana sini tulisan ini muncul. Pokoknya dateng gak diundang pulang gak dianter deh. Tapi kalo diraba-raba sepertinya tulisan ini dapet dari blognya bang Radit (hehe SKSD kenal aja kagak). Karena tulisannya penting yuk kita simak bareng-bareng. Mudah-mudahan mas Radit ikhlas. ….
Tentang Mengedit…
Gue baru aja kelar nyelesein draft pertama dari buku komedi gue yang kelima, Marmut Merah Jambu (akhirnya!). Totalnya ada 101 halaman A4, single-spaced, jadi kalau udah selesai dicetak mungkin jadinya kira-kira setebel buku Radikus Makankakus atau Babi Ngesot.
Setelah nyelesein nulis Marmut Merah Jambu, hal yang gue lakukan selanjutnya adalah mengeditnya (baca: merapihkannya) sendiri sebelum gue kasih ke editor dari penerbit untuk diedit dengan lebih profesional (memakai tanda baca yang benar, EYD, dan lain-lain). Nah, mumpung gue juga lagi ditengah-tengah mengedit buku gue, gue sekalian mau nge-share hal-hal yang biasa gue lakukan ketika lagi mengedit. Siapa tahu membantu temen-temen yang juga juga lagi nulis buku.
Here goes:
1. Kasih jarak dulu
Sebelum mengedit tulisan kamu, simpen dulu tulisan tersebut minimal satu minggu. Begitu kamu selesai menulis draft 1, jalan-jalan dulu, lupakan tentang naskah kamu. Baru, setelah seminggu, kembali ke naskah kamu. Dengan memberikan waktu/jarak seperti ini, pasti mata kamu dalam membaca naskah kamu akan lebih fresh. Mata kamu akan menjadi mata seorang pembaca yang bisa melihat kesalahan-kesalahan yang mungkin tidak terlihat sewaktu sedang menulis dulu.
2. Lebih padat lagi!
Bagi gue, mengedit lebih berarti memotong, atau merampingkan. Gue akan lihat kalimat-kalimat yang bisa dibuat lebih “padet”. Gue akan coba menggunakan kata yang lebih sedikit untuk tujuan yang sama. Misalnya, di naskah ada tulisan: “Gue sama sekali enggak tahu apa gue harus pergi ke sana atau tidak.” Kalimat ini akan gue buat lebih padet dengan menulisnya seperti ini aja: “Gue bingung ke sana apa enggak.” Kalimat dengan jumlah kata yang sedikit seperti ini membuat tulisan kita tidak terasa “sesak” dan “ramai”.
3. Kurangi kalimat pasif
Gue pasti sebisa mungkin menggunakan kalimat aktif. Setiap kali gue nemu kalimat pasif, pasti gue ubah menjadi aktif. Seperti misalnya: “Ketimun itu diambil Edgar” akan gue ganti menjadi “Edgar mengambil ketimun”. Penulisan kalimat dalam bentuk aktif akan membuat pembaca bisa membayangkan kalimat tersebut dengan lebih visual. Kalimat aktif juga membuat pembaca merasa tulisannya bergerak maju, dan orang-orang ditulisan tersebut terasa melakukan kegiatan.
4. Speaker attribution
Speakter attribution berarti frase yang menandakan siapa yang berbicara dalam kalimat langsung. Misalnya “kata Edgar”, atau “kata gue”, atau “kata Nyokap”. Biasanya dalam mengedit gue akan membuat dialog menjadi lebih enak divisualkan dengan mengganti/mencampurkan speaker attribution dengan sebuah kegiatan.
Misalnya:
“Gar, di buku Marmut Merah Jambu ada cerita tentang kamu ya!” seru gue.
“Sudah cukup, Bang! Aku udah gak mau lagi ditulis di buku Abang,” kata Edgar.
“Tapi Gar, kalo abang kasih sepuluh ribu perak mau?” tanya gue.
“Mau, Bang! Mau!” kata Edgar.
Gue edit menjadi lebih visual dan tidak membosankan menjadi:
“Gar, di buku Marmut Merah Jambu ada cerita tentang kamu ya!” seru gue.
“Cukup, Bang!” Edgar menggelengkan kepalanya. “Aku udah gak mau lagi ditulis di buku Abang!”
Gue mengeluarkan dompet, “Tapi, Gar… Kalo abang kasih sepuluh ribu perak mau?”
“MAU BANG! MAU!”
Harga diri Edgar ternyata lebih murah daripada gue kira.
4. Cek typo
Selalu cek dan re-check tulisan kamu sudah bebas kesalahan ketik. Tidak ada yang lebih nyebelin buat editor penerbit baca selain naskah yang banyak salah ketik.
5. KISS = Keep It Simple, Stupid!
Gue adalah tipe penulis yang selalu menghindari penggunaan kata yang terlalu berat. Kalau gue nemuin kata seperti ini dalam buku gue: “Dia harus lebih konsisten dalam mengaktualisasikan idenya.” biasanya gue akan ganti menjadi “Dia harus lebih sering mewujudkan idenya.” Kata-kata dalam Bahasa Inggris yang keluar pas lagi nulis draft pertama seperti “gesture” gue pasti rubah menjadi “sikap”. Sebisa mungkin gue menulis dengan istilah yang lebih banyak orang tahu. Semakin simpel, semakin baik. Menulis bukan untuk memberitahu kamu pintar dan ngerti banyak kata-kata aneh, tapi untuk mengkomunikasikan cerita kamu secara efektif kepada pembaca.
6. Struktur dulu, baru komedi
Karena gue adalah penulis komedi, sewaktu menulis gue berusaha untuk tertawa pada jokes gue. Kalau gue ketawa, berarti jokesnya berhasil, paling enggak buat gue. Kalau lagi editing, gue emang jarang ketawa sama jokes yang gue buat sebelumnya (karena udah tahu apa jokesnya apa). Tapi, biasanya gue akan selalu mencari celah untuk memasukkan komedi ke dalam tulisan gue sembari gue mengedit.
Buat kamu yang mau menulis komedi, jangan takut kalau dalam draft pertama tulisan kamu belum lucu. Komedi akan datang sendirinya kalau struktur tulisan kamu sudah rapih dan benar. Konsentrasi dulu dengan cerita yang mau kamu sampaikan, dan komedi bisa ditambahkan/dieksplorasi pada saat rewriting. Hindari penulisan komedi yang malas seperti memasukkan tebak-tebakan, cerita lucu, ini semua harus dihapus pas lagi ngedit tulisan kamu.
7. Hindari hal-hal klise
Gak tahu dengan penulis lain, tapi gue gak terlalu suka dengan penggunaan istilah yang klise seperti “Dia seperti tong kosong nyaring bunyinya”, atau “Dia cewek terindah yang pernah gue lihat”, atau “Gue cinta sama dia setengah mati”. Istilah klise ini selain sudah terlalu sering digunakan, juga tidak memperkaya tulisan kita sendiri. Setiap kali ngedit, gue mencari istilah-istilah klise ini, membuangnya, dan mencari metafor lain yang belum pernah dipakai sebelumnya.
8. Udah kelar? Edit lagi!
Writing is rewriting. Kalau kamu pikir editan kamu udah bagus, kasih jarak seminggu, lalu baca ulang dan edit lagi. Ulangi sampai kamu merasa tulisan kamu sudah benar-benar bagus. Kecuali kalo kamu ditungguin editor dan naskahnya sudah masuk deadline mau terbit kayak gue. Huehehehhe..
Semoga membantu calon-calon penulis yang juga lagi nulis/ngedit tulisannya.(ini pesennya bang Radit asli lho)
.